Kapitan Pedang Panjang

Novel yang akhirnya ku putuskan untuk dibaca di akhir tahun ini, Kapitan Pedang Panjang. Ditulis oleh  Fira Basuki, seorang sastrawan dan wartawan, begitu yang tertulis di wikipedia. Sebenarnya, membaca masih menjadi aktivitas yang berat untukku. Membaca novel ini pun bukan suatu hal yang ku inginkan. Dengan penulisnya pun masih dalam tahap perkenalan. Ya, I know little about novels and literacy. Kenapa akhirnya aku memilih membaca novel ini? Karena aku ingin bisa membaca dan melatih otakku untuk berpikir. Aku takut jadi bodoh dengan kondisi otak yang terlalu dimanja dengan segala sesuatu yang serba cepat dan instan. Tidak ada harapan yang tinggi untuk konten novelnya karena memang aku tidak tahu menahu karakter tulisan penulis ini atau cerita yang biasanya dia angkat seperti apa. Bukan karena penulisnya yang tidak terkenal, sekali lagi ini terjadi karena aku malas membaca. It’s boring activity….subhanallah.

Setelah membacanya, hal menarik yang baru untukku adalah cara penceritaan dua karakter yang berada pada timeline hidup yang namun dapat menjadi satu kesatuan cerita yang saling mendukung satu sama lain. Awalnya memang membingungkan, tapi semakin lama dibaca ternyata lumayan asik juga. Latar belakang budaya yang diangkat juga cukup familiar bagiku. Sebagai orang yang besar di budaya jawa, rasanya aku cukup bisa memahami salah satu karakter utamanya, yaitu Djagad. Banyak juga bagian-bagian dia mengucapkan bahasa jawa. Tanpa baca transliterasinya pun aku bisa langsung paham. 

Namun, ada hal yang membuatku tercengang. Pada awal-awal novel, penulis mengilustrasikan kehidupan jaman dahulu yang begitu keras. Hingga ada bagian yang cukup vulgar, yaitu saat Djagad dan Rogo disekap oleh bajak laut. Dalam scene itu, Rogo dipanggil oleh bajak lautnya dan dosodomi. “Wah, novel ini cukup berani rupanya,” kataku dalam hati. Tapi, ya mungkin itulah caranya si penulis untuk mengilustrasikan betapa kerasnya hidup di jaman dulu. 

Ada lagi hal yang membuatku kurang setuju dengan alurnya. Scene di mana akhirnya salah satu karakter utama memutuskan untuk beralih hati dan melakukan hubungan terlarang. Kesannya hal tersebut adalah hal yang normal dan biasa. Padahal dari awal hingga pertengahan, ceritanya cukup menarik, ada bumbu horornya yang surprisingly, cukup menyegarkan. Namun, setelah ada keputusan ‘bodoh’ itu muncul, akhirnya ku turunkan ekspektasiku pada novel ini. Terasa tiba-tiba dan maksa untuk menyisipkan nilai itu di tengah-tengah alur yang seru. Mungkin jika dilihat dari sudut pandang yang lain, penulis ingin memberi kesan bahwa begitulah kehidupan masa kini di kota besar. Hal seperti itu memang hal yang lumrah dan bukan lagi menjadi sesuatu yang tabu. Tapi tetap saja, menurutku terlalu dipaksakan. 

Hingga akhirnya aku membaca bagian akhir, di mana calon pasangan dari karakter yang berbuat tidak-tidak itu, ternyata melakukan hal yang sama hingga punya anak di luar nikah. Oh, mungkin biar imbang ya 😅 Selain itu, aku cukup menghargai bagaimana penulis tidak terjebak pada pembuatan adegan sensual. Cukup jadi bagian cerita saja dan tidak diceritakan secara mendetail. 

Buku ini memang buku yang “kupaksakan” untuk dibaca. Aku akui, diriku sebagai pembacapun masih sangat awam. Tapi, ku harap buku ini dapat menjadi pembuka bagi buku-buku lain untuk dapat masuk ke dalam diriku. Ada kata-kata guruku yang terngiang-ngiang dalam benakku. 

Jadi orang muslim itu harus rajin membaca, buku apa saja. Supaya, bisa jadi orang cerdas. Orang yang banyak baca itu banyak tahunya, orang yang sedikit baca yaa sedikit tahunya, orang yang tidak baca yaa tidak tahu apa-apa.

Perkataan ini sangat menampar diriku. Jadi selama ini aku nyaman dengan ketidaktahuan ini? Aku takut nyaman dengan kebodohan yang akhirnya membuatku menjadi orang yang urakan dan tidak bijak. Tidak bisa! Sepertinya ini tidak bisa dibiarkan. Sebentar lagi, Allah menitipkanku anak yang harus ku didik. Aku sedih kalau dia akhirnya lahir dengan ibu yang pasrah dengan kebodohan dirinya. Setidaknya ini upayaku agar aku bisa terhindar dari kemungkinan ini. Apakah pasti berhasil? Apakah aku pasti cerdas dengan upaya ini? Biarlah Allah yang tentukan. 

Posting Komentar

0 Komentar