Untuk membuat tulisan ini, aku harus mengerahkan seluruh keberanianku dan menekan overthingkingku. Ya, aku punya endometriosis, kista yang tumbuh di jaringan endometriumku. Sebuah pengakuan yang mungkin mudah dilakukan oleh orang lain, namun bagiku ini seperti membuka aibku sendiri. Aku berpikir bahwa memiliki rahim yang tidak sehat adalah suatu aib yang harus disembunyikan. Aku takut orang akan melihatku dengan pandangan penuh iba dan memberikan judment liar di luar sana. Aku takut orang-orang akan mempertanyakan diriku sebagai seorang wanita. Aku takut dengan segala kemungkinan orang-orang di luar sana akan memandangku dengan sebelah mata dan membicarakan ini itu di belakangku yang akhirnya kunpikir akan membuatku lebih down lagi.
Ya, bagiku omongan orang dapat mempengaruhi hidupku. I know, it is wrong. Tapi, sekeras apapun ku coba untuk “ganti kulit” dengan menggunakan sudut pandang orang yang masa bodoh pada omongan orang, tetap saja jauh di lubuk hatiku paling dalam aku “mendengarkan gunjingan itu dengan baik dan ku izinkan itu memepengaruhi hati serta pikiranku” hingga akhirnya aku sedih. Wahai diri, pasti sulit yaa jadi orang seperti itu. Hidup dalam batasan POV orang lain dan selalu berusaha “menjadi baik” bagi orang lain. Hihihihi… lalu dirimu yang sebenarnya itu seperti apa? Sepertinya dia ku bungkam dan ku pendam dalam-dalam karena aku takut sebenarnya dia adalah manusia yang buruk, “di mata orang lain.” Karena pikiranku inilah, mungkin Allah ingin aku berpikir. Metodenya adalah dengan membenturkanku pada kenyataan bahwa “pikiran” tentang diriku itu benar.
Ya, aku berpikir bahwa kista ini buruk dan dengannya aku bukan manusia yang baik dan sehat di mata orang lain. Karena itulah, sekali lagi aku sembunyikan fakta buruk ini. Diam adalah kunci. Hahahaa….
Apakah dengan diam akhirnya berdampak baik untukku? Sebenarnya tidak juga. Aku tetap di kondisi yang sama dengan kista yang masih ada di rahimku, dan overthinking yang ada di benakku. Yes, nothing changed!
Aku mendapatkan diagnosa ini di bulan Desember 2022, hampir satu tahun pernikahanku. Seperti disambar petir, aku sedih sesedih-sedihnya. Ku melihat diriku sendiri dengan pikiran yang penuh penghakiman. Terlintas di pikiranku tentang gaya hidupku yang begitu zalim pada diriku sendiri. Terputar memori-memori tentang betapa keras dan ngeyelnya aku pada orang-orang di sekitarku, terutama keluarga. Terbayang-bayang dalam benakku bagaimana pandangan orang lain tentang perempuan yang memiliki kista di rahimnya, apalagi sudah setahun menikah belum punya anak, juga wajah suamiku yang mungkin akan kecewa karena kondisi ini.
Setelah itu, aku diam. Berusaha melupakan fakta ini dan melarikan diri dengan berbagai macam kesibukanku. Berharap bahwa aku bisa hidup lebih tenang dan berpura-pura “nothing happen with me,” di hadapan orang lain sehingga mereka tidak akan mengubah cara pandangnya terhadapku.
Setahun berlalu. Aku masih dengan mode diam. Aku berpikir bahwa penyamaran ini cukup berhasil. Tidak ada pandangan iba dan gunjingan orang tentang penyakit ini. Namun, aku menderita sendiri dengan fakta bahwa ada kista lho di rahimku yang kemungkinan besar mempengaruhi kemampuan reproduksiku. Sebenarnya saat mendapatkan diagnosa itu, aku langsung jujur dengan beberapa orang yang ku anggap dekat denganku, seperti suami, ibu, dan beberapa teman kantor. Dan sebenarnya mereka sangat welcome dengan segala kemungkinan yang ada. Apa yang aku pikirkan sebelumnya bahwa mereka akan betubah juga tidak terjadi. Suamiku sangat support, ibuku juga sangat pengertian, teman kerjaku juga tidak mempermasalahkan hal itu. Tidak ada pandangan iba dan gunjingan yang mereka lontarkan. Tapi tetap saja, bagiku ini adalah aib.
Singkat cerita, ku coba membuka diri pada informasi terkait penyakit ini. Mau mendampingi anak lomba saja aku baca berulang kali juknis lombanya, aku cari cara terbaik untuk menyiapkan peserta didikku agar menjadi pemenang, aku semangati dia dan aku dampingi sepenuh hati. Masa iya aku diam saja dan betharap kista ini hilang begitu saja dan aku bisa jadi pemenangnya. Dengan metode yang sama, akhirnya aku memberanikan diri untuk betkenalan dengan salah satu ciptaan Allah ini. Kista coklat. Begitulah orang-orang menyebutnya. Bisa muncul karena ada riwayat genetik atau gaya hidup yang tidak sehat. Ditandai dengan sakit yang liar biasa saat datang bulan, adanya gumpalan-gumpalan darah saat mens, dan periode mens yang tidak teratur.
Bisa diikhtiarkan dengan merubah gaya hidup ataupun operasi. Namun, tidak ada jaminan penyakit ini sembuh. Baik dengan perubahan gaya hidup ataupun dioperasi, tetap ada kemungkinan kista ini tumbuh lagi. Yap, ini penyakit seumur hidup. Penjelasan singkatnya seperti ini, kalau mau yang lebih detail yaaa lakukan riset dan jangan males cari tau. Hehehe…
Anehnya, setelah aku melakukan riset ini, aku bisa lebih calm down dan tidak begitu menggebu-gebu. Mulailah aku masuk ke langkah selanjutnya yaitu mencari solusi yang bisa diusahakan. Karena aku berpikir bahwa operasi itu mahal, jadi ku coba mengganti gaya hidup dahulu. Yang sebelumnya aku tidak suka olahraga, akhirnya ku coba untuk berolahraga, apapun itu olahraganya. Yang sebelumnya aku suka junk food, akhirnya mengurangi makan junk food dan memperbanyak buah serta sayur mayur. Yang sebelumnya tidak suka jamu-jamuan jadi suka jamu, apalagi kunyit. Uenak pollll…
Apakah ikhtiarku berhasil? Alhamdulillah cukup berhasil untuk menenangkan diriku yang “overthingking” ini. Aku jadi lebih tenang. Mungkin karena sudah mulai paham dengan apa yang sebenarnya terjadi. Memang benar, ketidaktahuan itu bikin orang panikan dan grusa-grusu.
Pelan-pelan aku coba untuk merangkul ciptaan Allah ini dan menganggapnya sebagai bagian dalam badanku. Tidak mungkin Allah menciptakannya tanpa tujuan dan hikmah. Allah tunjuk aku secara khusus dari sekian banyak wanita di bumi ini. Aku yakin Allah punya cara “TERBAIK” untuk mendidikku, salah satunya melalui penyakit ini. Banyak wanita di luar sana yang mudah sekali hamil. Namun, Allah didik aku untuk sabar dengan menunda datangnya anak di pernikahanku. Allah ingin aku untuk bisa berkenalan dengan diriku yang sebenarnya dan tidak terus-terusan menyembunyikan dan membungkamnya di belakangku. Ingat, Allah itu sebaik-baiknya pencipta. Mana mungkin Allah gagal dalam menciptakanku. Aku saja yang sok tahu.
MasyaAllah… Sebegitu sayangnya Allah sampai Dia mengirimkan alarm khusus buatku untuk tahu batasan diri. Supaya tidak terus-terusan hidup seenaknya dengan gaya hidup yang amburadul. Bagi siapapun yang membaca tulisan ini, aku tidak bermaksud ingin jumawa dengan kondisiku saat ini. Niatanku adalah, ingin memberikan kesempatan bagi diriku untuk bersuara dan memeperkenalkan diriku yang sebenarnya. Aku bukan manusia yang sempurna. Ada bagian dalam diriku yang “kuanggap” aib yang saat ini sedang berusaha kurangkul. Semoga, Allah izinkan aku untuk dapat lebih bijak kedepannya dengan apapun versi diriku. Dan aku harap orang-orang yang memiliki kondisi sama denganku juga dapat Allah tunjukkan jalan terbaik versi-Nya. Semangat untuk kita semua pejuang sehat.
0 Komentar