Do you ever hear this statement?
Yang Terbaik Adalah Musuh Yang Baik
Masih di buku yang sama, yaitu Atomic Habit karya James Clear. Aku menemukan kata-kata ini di salah satu sub bab. Awalnya bingung maksudnya apa, meski sudah dibaca berkali-kali tetap tidak paham artinya apa. Pembahasan dalam bab itu diawali dengan cerita seorang dosen fotografi yang memberikan tugas untuk mahasiswanya. Dosen tersebut membagi mahasiswanya menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kuantitatif dan kualitatif. Awalnya aku kira ini berkaitan dengan penelitian apa yang harus mereka buat. Ternyata buka, Gaess hahaha. Kelompok kuantitatif akan mendapatkan nilai dari kuantitas atau jumlah foto yang mereka kumpulkan, sedangkan kelompok kualitatif nilainya diperhitungkan dari satu foto yang mereka kumpulkan di akhir semester.
Tibalah saatnya memunculkan dugaan dan perkiraan, mana ya yang nilainya lebih baik? Kelompok kuantitatif atau kualitatif? Kalau kalian kira-kira pilih kelompok yang mana?
Jawabanku kelompok kualitatif. Apakah sama dengan jawaban kalian? Sebenarnya jawaban ini bisa merefleksikan kondisi dan posisi kita saat ini sedang berada di mana. Cara berpikir kita bisa dilihat dari sini. Lalu aku lanjutkan lagi membaca paragraf selanjutnya dan reaksiku adalah menaikan kedua alis. Ya, karena aku tidak bisa menaikan satu alis saja (TMI). Ternyata, dengan jawabanku tadi aku masih berteman baik dengan musuh terbaikku, yaitu perfeksionis.
Kalau dilakukan triangulasi data jawaban dan kenyataan, aku akan menyimpulkan YA! ini jelas berkaitan. Yang terbaik adalah musuh yang baik. Aku sering terlalu fokus dengan keinginan untuk mendapat yang terbaik dalam semuaaaaa hal. Greedy sih ya. Aku memimpikan untuk menjadi seorang guru yang baik, menjadi istri yang keren, menjadi pembaca yang cerdas, menjadi video editor yang handal, tapi yang aku pikirkan hanyalah tujuan akhir yang ku harap bisa terjadi dengan waktu yang singkat. Aku membayangkan bisa seperti tokoh dalam film yang tiba-tiba dalam hitungan menit dapat meraih tujuan hidupnya. Ya, buku ini menjadi kritik yang sangat menggugah dan pedas. Cara berpikirku benar-benar bisa terbaca dengan jelas oleh diriku sendiri. Padahal sebelumnya ini seperti gajah di pelupuk mata, tidak tampak!
Sudahlah, tidak perlu terlalu banyak melankolis dan meratapi kekurangan yang telah disadari. Jika kalian bernasib sama denganku, ayo kita sama-sama belajar. Jika sudah benar, selamat ya... Anda sudah berada di jalan yang benar.
Mungkin kalian bertanya-tanya, memangnya apa yang terjadi pada dua kelompok tadi? Dan kenapa kelompok kuantitatif yang lebih baik?
Jadi, karena kelompok kuantitatif ini mengumpulkan banyak foto mereka mempunyai banyak kesempatan untuk mengambil foto berulang kali. Mereka tidak hanya berkutat dengan teori foto yang bagus, mereka tidak hanya membayangkan dan berpikiri foto yang bagus itu seperti apa. Mereka BELAJAR MEMBUAT foto yang bagus secara langsung. Ada aksi yang mereka lakukan. Konsep foto yang bagus bukan hanya berhenti di alam pikiran, melainkan dituangkan dalam usaha. Usaha berulang kali itulah yang membuat mereka dapat mengambil foto terbaik.
Kalimat lain dalam buku ini yang sungguh sangat menampar adalah:
Kadang kita melakukan in motion karena kita sungguh perlu membuat rencana atau belajar lebih banyak. Namun, lebih sering daripada tidak, kita melakukannya karena in motion memungkinkan kita merasa seolah-olah kita mendapatkan kemajuan tanpa menempuh risiko gagal. Kebanyakan dari kita adalah ahli dalam menghindari kritik. Dan ini adalah alasan terbesar Anda lebih banyak in motion dari pada action: Anda ingin menunda kegagalan.
In motion: seperti kelompok kualitatif: membuat rencana, strategi, dan belajar saja
Action: seperti kelompk kuantitatif: melakukan sesuatu
Rasanya setelah menyadari ini, aku lebih PD untuk melakukan sesuatu, alhamdulillah. Seperti mendapat dukungan untuk melakukan hal-hal kecil, sedikit demi sedikit. Tidak perlu takut gagal dan tidak perlu takut untuk dikritik. Setidaknya saat salah, aku tahu mana yang benar. Dan jikalau gagal, untuk selanjutnya aku tidak perlu mulai dari awal lagi. Aku hanya perlu meneruskan langkah dari titik kegagalan itu.
Yuk bisa, yuuuukkk.
Jadi lebih baik dari sebelumnya.
0 Komentar