Photo by olia danilevich from Pexels |
Masa-masa belajar di SD (Sekolah Dasar) adalah pengalaman yang sangat berharga dan tak terlupakan. Saya masih ingat jelas setiap sudut sekolah, wajah-wajah yang sering muncul tiap hari-harinya suasananya, tanaman-tanaman yang tumbuh di sekeliling, tekstur dan struktur permukaan tanahnya, hingga aromanya. Maklum saja, saya tinggal tidak jauh dari sekolah, bisa dibilang sekolah dan tempat bermain adalah hal yang hampir sama. Bukan ingin terdengar seperti siswa teladan, tapi memang setelah sekolah selesai biasannya saya bermain dengan teman-teman hingga sore karena lapangan sekolah yang luas.
Sekarang, saya memang bukan lagi seorang siswa. Malah sekarang diberi amanah yang lebih menantang yaitu menjadi seorang guru. Pekerjaan yang menurut saya cukup rumit tapi menyenangkan. Berkaitan dengan apa yang saya hadapi setiap harinya sebagai seorang guru, adakalanya saya bernostalgia dengan kenangan-kenangan dulu sebagai seorang siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Misalnya, saat saya sedang menghadapi siswa yang sulit memahami pembelajaran saya atau yang sedang mengalami masalah dengan teman sebayanya, saya biasanya akan membayangkan bagaimana jika saya berada di posisi siswa tersebut. Guru seperti apa yang saya harapkan hadir di samping saya. Beberapa kali cara ini cukup membantu saya menyelesaikan case di sekolah.
Selain itu, cara tersebut juga bisa digunakan saat sedang buntu ide. Saya ingat-ingat lagi apa saja yang guru-guru saya lakukan di kelas. Metode apa yang mereka aplikasikan di kelas, media apa yang mereka hadirkan, dan program apa yang mereka munculkan untuk membantu kami belajar hal-hal baru. Hingga saya bisa menyimpulkan bahwa masa-masa SD saya sangat seru ternyata.
Padahal, sudah 12 tahun berlalu tapi masih banyak hal yang relevan hingga saat ini. Bahkan untuk beberapa pengajar mungkin ada juga yang menganggap konsep-konsep tersebut adalah hal yang baru. Kenapa saya beranggapan seperti itu? Karena, saat saya mengikuti beberapa pelatihan mengajar, konten yang disampaikan kurang lebih tentang inovasi pembelajaran yang konsepnya hampir mirip dengan apa yang dulu saya dapatkan di sekolah dasar dan ada saja guru yang tercerahkan seperti mendapatkan lilin saat mati lampu di malam hari dan ini adalah hal yang perlu disyukuri.
Apakah saya juga termasuk seperti orang yang mendapatkan lilin itu? Pastinya, namun diam-diam saya berbisik pada diri saya sendiri.
Beruntungnya kamu mempunyai guru-guru hebat saat sekolah dulu. Mereka sudah lebih dulu memberimu contoh nyata bagaiman harus bersikap dan menyampaikan ilmu dengan cara yang menyenangkan.
Anyway, sekolah saya bukan sekolah yang akan langsung terlihat dari jalan utama. Saya belajar di sekolah yang jauh di pelosok desa bersama dengan sembilan teman sekelas saya yang lain. Setiap orang yang mendengar bahwa satu angkatan kami hanya 10 orang pasti akan langsung terheran-heran. Tapi setelah saya renungkan kembali, sepertinya sedikitnya jumlah siswa dalam satu kelas inilah yang membantu saya lebih fokus dalam sosialisasi dan belajar. Saya ingat, setiap jam istirahat tiba kami akan langsung berhamburan ke luar kelas untuk bermain bersama, kadang bermain kasti, gobaksodor, atau permainan lain yang asik, meskipun hampir setiap kali kami bermain ada saja yang mengambek karena kalah atau dicurangi. Lucu sekali kalau diingat-ingat.
Dalam pembelajaran pun masih banyak hal yang bisa saya nikmati suasana dan rasa senangnya. Saya ingat saat itu pelajaran matematika. Kami diajak ke lapangan tepatnya di bak pasir untuk lompat jauh. Bak pasir itu dibatasi oleh plasteran semen yang warnanya tidak lagi gelap, pasirnya pun butirannya lebih besar dan lebih putih dari pada pasir pada umumnya. Kami keluar kelas sambil membawa beberapa bangun ruang dengan berbagai warna. Dalam kegiatan tersebut, guru kami mencoba membuktikan bahwa volume tabung adalah 3x volume kerucut. Awalnya kami meragukannya, namun setelah melihat sendiri pembuktiannya, kami akhirnya dapat berkata,"Waaaaaahhhhh, iya ya."
Di waktu yang lain, guru kami mengetahui bahwa kami kesulitan memahami materi-materi di pelajaran karena banyaknya informasi yang harus kami kuasai. Hingga pada suatu hari, beliau berkata:
Sekarang setiap hari Bapak akan menyiapkan sarapan pagi untuk kalian.
Spontan kami bertanya, "Sarapan apa pak?"
Kalian lihat di dinding itu? Bapak sudah menyiapkan beberapa kantong yang sudah Bapak isi dengan pertanyaan. Anggap setiap pertanyaan itu sebagai sarapan kalian tiap paginya. Kalian cukup mengambil satu setiap paginya. Nanti, saat pembelajaran dimulai kita akan coba diskusikan .
Dengan adanya sarapan pagi ini, jantung saya berdegup lebih kencang, ada rasa bahagia dan gugup dalam satu waktu, otak saya berusaha memproses hal-hal menarik yang mungkin akan saya temui. Bahkan, kalau tidak salah ada beberapa anak yang sengaja datang lebih pagi karena adanya sarapan pagi ini, benar-benar dikerjakan sambil makan sarapannya. Hahahaha.
Selain itu, ada satu guru yang dulu sangat saya takuti pelajarannya. Apalagi alasannya kalau bukan karena saya belum menguasai materi yang beliau ajarkan. Apalagi ditambah dengan nada bicaranya yang tegas dan agenda pembelajaran yang tidak bisa dinego sama sekali. Misalnya, beliau sudah menetapkan hari Senin ulangan, maka kami benar-benat tidak bisa mengelak. Namun, ada hal yang membuat saya tertarik dengan guru satu ini. Yaitu, kesabarannya dalam menghadapi tingkah siswanya. Pernah suatu hari pelajaran beliau ditempatkan di hari Jumat. Entah apa yang menjadi penyebabnya, di setiap hari Jumat itu pula ada salah satu teman saya yang mempunyai masalah pencernakan dan menyebabkan pembelajaran harus terhenti dan siswa ini akhirnya harus pulang. Alih-alih marah atau kesal, beliau malah dengan sabar membantu membereskan kelas dan membuat suasana kelas tetap tenang dan malah penuh dengan gelak tawa.
Kesedihan dan kehilangan begitu terasa saat kami mendengar kabar bahwa beliau harus dipindahkan ke sekolah lain (dipindahkan atau pensiun ya? saya lupa). Kami benar-benar merasa kehilangan sosok beliau. Pernah suatu hari kami sedang berolahraga di lapangan yang terletak di samping balai desa. Lalu salah satu siswa ada yang melihat beliau di depan balai desa. Dengan spontan, kami lari berhamburan ke arah beliau lalu memeluk sambil menangis karena rindunya. Tidak berhenti di situ, kami sampai mendatangi rumahnya untuk sekadar main. Padahal untuk sampai rumahnya kami harus naik bus. Terharu sekali setiap ingat momen itu. Semoga Allah memberikan rahmat dan kasih sayangnya untuk beliau.
Dari sosok-sosok guru yang saya temui di SD, saya belajar bahwa menjadi guru bukan hanya perlu pintar dan menguasai dan menyampaikan materi pembelajaran secara lengkap. Namun, kami, guru perlu belajar memperlakukan siswa seperti anak dan saudara sendiri dengan memberikan yang terbaik untuk mereka, seperti strategi yang pas untuk bisa memahami hal-hal yang sedang dipelajari, perhatian, rasa empati, sabar, dan bahkan humor.
Saya sendiri masih banyak sekali kekurangan di sana sini sebagai guru. Sangat sulit rasanya menjadi seperti kalian wahai guru-guruku. Suatu saat, saya berharap bisa menjadi guru yang lebih baik dan mampu memberikan pengalaman belajar yang tak terlupakan seperti kalian. Sehat selalu guruku, I wish you all the best.
0 Komentar