Dari kecil sampai di usia seperempat abad lebih dikit ini,
saya selalu mendapat kesan bahwa buku adalah sumber ilmu. Dan memang seperti
itulah faktanya. Dengan membaca buku, kita bisa mendapatkan pengalaman berjelajah
ke berbagai tempat, waktu, dan alam berpikir penulis. Harus saya akui
pengalaman itu sangat menyenangkan. Meskipun faktanya, saya masih sangat kurang
baca buku.
Seingat saya, masa terajin saya baca buku adalah saat saat kuliah. Ada salah satu mata kuliah yang ‘memaksa’ saya untuk membaca. Nama mata kuliahnya extensive reading. Dari namanya saja sebenarnya sudah bisa ditebak isi mata kuliah itu akan seperti apa. Disebutkan dalam kamus Cambridge, extensive mempunyai arti “meliputi area yang luas.” Nah, dengan arti tersebut dan kemudian kita sandingkan dengan arti reading, membaca, jadilah mata kuliah itu isinya baca baca dan baca. Hahaha.....
Selama satu semester, kurang lebih empat bulan, kami (mahasiswa) harus membaca 10 artikel, 10 novel (novelnya rata-rata more than 250 pages), dan 8 textbook, dan semua buku tersebut dalam Bahasa Inggris. Dengan skill berbahasa Inggris yang masih sangat minim, kebayang kan ya bagaimana saya melalui hari-hari di semester lima dulu. Apalagi, tugasnya tidak hanya cukup dengan membaca, tapi kita juga diminta membuat review dan presentasi. Pernah dalam masa extensive reading itu saya izin lima hari absen kuliah karena ada National Building Beswan Djarum di Semarang, akhirnya sampai jam 1 malam masih nugas sama Ka Priska (temen sekelas) di 7eleven karena kita harus mengejar review novel dan artikel yang harus banget dikumpulkan keesokan harinya.
Jatuh bangun aku mengejar setoran review setiap minggunya. Hahaha...
Namun, dari mata kuliah itu saya benar-benar merasakan manfaat
membaca. Pertama, kemampuan membaca meningkat drastis. Rasanya lebih mudah memahami
bacaan, gerakan mata saat baca juga lebih cepat. Kedua, kosa kata (dalam Bahasa
Inggris) juga meningkat. Kadang, sampai pada momen ‘diam sejenak’ karena lupa Bahasa
Indonesianya dari suatu kosa kata. Sampai sedahsyat itu efek membaca pada saat
itu. Bahkan, saya juga mulai bisa berbicara dengan Bahasa Inggris setelahnya.
Jauh lebih santai dan percaya diri dalam memproduksi bahasa baik dalam bentuk tulisan
maupun ucapan. Yang lebih jelas lagi efeknya terlihat dari skor TOEFL saya yang
sebelumnya 450 menjadi 547. Alhamdulillah, akhirnya bisa skripsi. Hahahha.... (karena
minimum nilai TOEFLuntuk syarat skripsi adalah 500)
Sekarang, karena tidak ada tuntutan membaca akhirnya intensitas
membaca saya menurun. Bisa ditebak lah ya dampaknya seperti apa. Kemampuan
membaca saya menurun, saya sulit merangkai kata baik dalam tulisan maupun ucapan, selain
itu juga jadi kurang kreatif. Namun, sekali lagi saya dipertemukan dengan
lingkungan kerja yang sangat memotivasi saya untuk terus membaca dan terus
produktif. Ada beberapa teman saya yang sangat gemar membaca dan menulis. Hal
ini kembali menggugah minat baca saya.
Saat ini, jenis bacaan yang saya sukai adalah novel dan buku
pengembangan diri. Mungkin karena dua jenis buku ini lebih relatable dengan
kehidupan sehari-hari, hiburan dan motivasi, akhirnya saya sangat menikmati kedua jenis bacaan ini. Ada juga beberapa buku parenting dan pendidikan yang
kadang-kadang saya buka. Hahaha... Masih berusaha untuk berkenalan kembali
dengan rutinitas yang sudah lumayan lama saya tinggalkan. Sedih sebenarnya kehilangan kemampuan yang susah payah didapatkan,
tapi tak apalah yaa... I’ll try again.
Well, starting all over again is not that easy sometimes.
Let’s just take our time and enjoy it.
0 Komentar